OPM Ditetapkan Sebagai Teroris, GMNI Sebut Pemerintah Gagal Menyelesaikan Masalah Papua

Fito: Ketua Bidang Organisasi DPP GMNI, Yoel Finse Ulimpa

JAKARTA_AKURATPAPUA.COM --Setelah Pemerintah pusat melalui kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Prof. Mahfud MD, secara resmi telah menetapkan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Papua sebagai teroris. Mahfud mengatakan bahwa prmberian label kelompok teroris kepada KKB Papua sesuai dengan UU No 5 Tahun 2018 tentang Perubahan UU No 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Bidang Organisasi DPP GMNI, Yoel Finse Ulimpa, menyatakan bahwa pemberian label teroris terhadap KKB di Papua tidak akan menyelesaikan konflik dan permasalahan di Papua. Ia mengaku kecewa atas sikap pemerintah yang secara buru-buru memberi label teroris pada KKB di Papua tanpa kajian yang komprehensif dan pertimbangan masyarakat Papua," Enen, (3/5).

"Pemberian label teroris pada KKB Papua adalah bentuk sikap pemerintah yang tergesa-gesa dalam merespon kejadian sebelumnya (penembakan Kabinda Papua) tanpa kajian yang komprehensif dan pertimbangan masyarakat Papua. Ini menunjukkan pemerintah gagal memahami dan menyelesaikan permasalahan di Papua", ungkap Yoel.

Yoel, yang juga merupakan putra asli Papua, menyebut bahwa selama ini pemerintah selalu memakai pendekatan militeristik dalam menyelesaikan permasalahan Papua. Menurutnya, hal ini justru berpotensi meningkatkan kasus pelanggaran HAM di Papua.

"Pemerintah seolah tak pernah belajar dari sejarah masa lalu. Kita harus mengakui secara jujur bahwa setiap operasi militer di tanah Papua mulai dari Trikora hingga saat ini, telah banyak menghilangkan banyak nyawa orang Papua yang tak bersalah."

"Seperti kasus Biak Berdarah pada 6 Juli 1998, kasus Wasior Berdarah Juni 2001, Kasus Wamena Berdarah April 2003, Kerusuhan Universitas Cenderawasih 16 Maret 2006, Kasus Paniai Berdarah di Enarotali 8 Desember 2014, Kasus Deiyai 1 Agustus 2017, Kasus Nduga 2 Desember 2018, dan masih banyak lagi. Jika ini diteruskan, saya khawatir justru akan semakin memperpanjang kasus pelanggaran HAM terhadap masyarakat Papua", tegas Yoel.

Yoel mendesak kepada pemerintah untuk meninjau kembali dan mencabut pelabelan teroris pada KKB di Papua demi kepentingan dan keselamatan masyarakat Papua. Ia meminta agar penyelesaian permasalahan di Papua ditempuh secara damai dengan pendekatan dialog karena menurutnya, pemerintah perlu untuk mendengar aspirasi masyarakat Papua.

"Banyak pihak yang telah menyatakan penolakannya terhadap sikap pemerintah ini. Sudah sewajarnya pemerintah mengkaji kembali dan mencabut pelabelan teroris pada KKB di Papua demi keselamatan masyarakat Papua. Mari mengedepankan pendekatan damai melalui dialog yang bermatabat antara pemerintah pusat dengan masyarakat Papua."

"Pemerintah perlu untuk lebih banyak mendengar suara dan aspirasi dari masyarakat asli Papua untuk menyelesaikan permasalahan di Papua. Saya berharap agar peristiwa ini tidak menjadi acuan pemerintah dalam memaksakan agenda pengesahan UU Otonomi Khusus (Otsus) Jilid II yang hingga hari ini ditolak oleh masyarakat Papua", terang Yoel.

Pewarta: Yoel Ulimpa
Editor: (JT)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jakarta, Mahasiswa Asal Meepago Tolak DOB Provinsi Papua Tengah, Berikut Isi Pernyataan.

Resmi! Hengky Yikwa Dilantik Sebagai Ketua Panitia Konferensi Ke III Pemuda Baptis West Papua

IPPMAPI Kota Studi Nabire Usai Terima Puluhan Anggota Baru Secara Resmi