Fiji Sebagai Presiden Dewan HAM PBB dan Nasib Isu Pelanggaran HAM di Papua

Fiji Sebagai Presiden Dewan HAM PBB dan Nasib Isu Pelanggaran HAM di Papua. 


Tak lama setelah Vanuatu merdeka pada 1980, perdana menteri pertama Vanuatu, Walter Hadye Lini, menyampaikan bahwa Vanuatu takkan sepenuhnya merdeka sampai seluruh Melanesia terbebas dari kolonialisme. Semangat anti-kolonialisme itu juga dibalut "The Melanesian Way" yang digagas filsuf kelahiran Papua New Guinea (PNG) bernama Bernard Narokobi pada 1970-an.

Bagi Narokobi, Melanesia mencakup wilayah Papua (di Indonesia), PNG, Kepulauan Solomon, Vanuatu, Kaledonia Baru, dan Fiji. Gagasan itu dia tulis dalam serangkaian artikel di surat kabar PNG, tetangga paling timur Indonesia itu merdeka pada 1975. Semangatnya adalah kebangkitan Melanesia yang telah lama dijajah Eropa serta mendukung pembentukan negara-negara baru di kawasan Melanesia. Pemimpin Vanuatu, PNG, dan Kepulauan Solomon bertemu di Goroka, PNG pada 1986. 

Perwakilan organisasi pendukung pemerdekaan Kaledonia Baru yang tergabung dalam Front de Libération Nationale Kanake et Socialiste (FLNKS) juga turut hadir (Husein, 2019). Daripada nilai luhur bangsa Melanesia yang ada tentu saja akan membawa harapan baru bagi perdamaian di Tanah Papua. Namun semua itu kembali lagi kepada kepentingan politik masing-masing negara di Pasifik.

Nazhat Shameem Khan dan Isu Pelanggaran HAM di Papua.
Nazhat Shameem Khan telah menjabat sebagai Perwakilan Tetap Fiji untuk Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jenewa sejak 2014. Sebelum pengangkatannya ke Jenewa, Ms. Khan adalah seorang praktisi hukum dan konsultan hukum, melatih hakim di Fiji tentang hak asasi manusia, hukuman, dan peradilan pidana. Khan bekerja selama 16 tahun sebagai jaksa penuntut di Fiji, dan selama waktu itu diangkat sebagai Direktur Penuntutan Umum Fiji pada tahun 1994. Pada tahun 1999, ia diangkat sebagai hakim Pengadilan Tinggi wanita pertama di Fiji. Ms. Khan lahir pada tahun 1960 di Fiji. Dia menyandang gelar Sarjana Hukum dari Universitas Sussex, Inggris Raya, Magister Hukum dari Universitas Cambridge, dan Magister Filsafat Kriminologi dari Universitas Cambridge.

Dewan Hak Asasi Manusia baru-baru ini memilih Duta Besar Nazhat Shameem Khan, Perwakilan Tetap Fiji untuk Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jenewa, untuk menjabat sebagai Presidennya pada tahun 2021. Duta Besar Khan dipilih melalui proses pemungutan suara rahasia di mana 47 anggota badan hak asasi manusia yang berbasis di Jenewa memberikan suara mereka untuk menunjuk presidennya pada tahun 2021. Duta Besar Khan, yang kepresidenannya segera berlaku, bergabung dengan Duta Besar Keva Lorraine Bain dari Bahamas, Ali Ibn Abi Thalib Abdelrahman Mahmoud dari Sudan dan Monique T.G. van Daalen dari Belanda, yang terpilih pada tanggal 16 Desember sebagai wakil presiden Dewan, untuk bertugas di Biro Dewan tahun berjalan. Pemilihan wakil presiden keempat, dari Grup Eropa Timur, akan dilakukan setelah negosiasi di dalam Grup. 

Dua kandidat Presiden Dewan Hak Asasi Manusia lainnya, yang berasal dari Kelompok Negara Asia Pasifik, adalah Yusuf Abdulkarim Bucheeri, Wakil Tetap Bahrain, dan Ulugbek Lapasov, Wakil Tetap Uzbekistan. Sesuai aturan prosedur, calon yang memperoleh suara terbanyak dan mayoritas anggota yang hadir dan memberikan suara dinyatakan terpilih sebagai Presiden Dewan Hak Asasi Manusia. Hasil pemungutan suara rahasia adalah sebagai berikut: Duta Besar Khan - 29 suara; Duta Besar Bucheeri - 14 suara; Duta Besar Lapasov - 4 suara (Council, 2021). Dengan terpilihnya Fiji sebagai salah satu pemimpin di Dewan HAM PBB tentu saja memunculkan banyak harapan Orang Papua untuk terselesaikanya masalah pelanggaran HAM di Papua. Seperti yang kita ketahui bahwa adanya kesamaan Ras yang kemudian melahirkan rasa kekeluargaan. Namun suatu pertanyaan kemudian muncul bagaimana dengan kepentingan Fiji yang ada di Indonesia. Apakah Melanesian Way akan relevan denga situasi dan kondisi politik global yang ada?.

Jika menoleh kebelakang perjuangan rakyat Papua untuk menyuarakan pelanggaran HAM yang ada maka kita akan menemukan kemungkinan yang akan terjadi. Menurut analisis Stephanie Lawson dalam "West Papua, Indonesia and the Melanesian Spearhead Group" (2016) yang dimuat di Australian Journal of International Affairs, dengan menjadikan FLNKS sebagai anggota, MSG menempuh jalan yang berbeda via Pacific Islands Forum (PIF), organisasi penghimpun negara-negara di Lautan Pasifik. Hanya negara merdeka yang boleh jadi anggota PIF. Sedangkan FLNKS, aktor politik non-negara yang memperjuangkan kemerdekaan, jadi anggota MSG. 

Keanggotaan FLNKS di MSG itu kemudian menjadi alasan untuk memasukkan organisasi Papua merdeka ke dalam MSG. Tapi, itu bukan jalan yang mudah mengingat relasi negara-negara MSG dengan Indonesia. Pertemuan MSG 2011, 2013, dan 2015 adalah serangkaian contoh terjalnya jalan Papua menuju MSG.

Saat Fiji memimpin MSG, Indonesia diberi status observer di Pertemuan MSG 2011. Dalam Pertemuan MSG pada Juni 2013 di Kaledonia Baru, delegasi Papua mengajukan West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL) sebagai calon anggota MSG. Tapi jelang Pertemuan Perdana Menteri Fiji Bainimarama bertemu Menko Polhukam Djoko Suyanto di Nadi, Fiji. Sebagaimana dicatat Nic Maclellan dalam "Pacific Diplomacy and Decolonisation in the 21st Century" yang dimuat di The New Pacific Diplomacy, akhirnya Fiji datang di Pertemuan MSG dengan sejumlah rencana untuk mengarahkan perdebatan mengenai Papua.

Pertemuan yang juga dihadiri delegasi Indonesia dan WPNCL itu menghasilkan keputusan untuk menangguhkan pengajuan keanggotaan WPNCL. Putusan untuk menerima atau tidak WPNCL menjadi anggota MSG bakal diambil setelah delegasi menlu MSG meninjau Jakarta dan Jayapura dalam kurun enam bulah pasca-pertemuan. Perdana Menteri PNG Peter O'Neill dan Menteri Luar Negeri Rimbink Pato absen sendiri dalam pertemuan tersebut, alih-alih memimpin delegasi bisnis ke Jakarta.
Dua bulan pasca-pertemuan, Perdana Menteri Kepulauan Solomon Gordon Darcy melawat ke Jakarta dalam rangka misi perdagangan. Vanuatu memboikot misi peninjauan atas Papua yang berangkat ke Jakarta dan Jayapura pada 11-15 Januari 2014, dipimpin Menlu Fiji Ratu Inoke Kubuabola. Vanuatu tidak terima cara Indonesia mengubah perjalanan tersebut menjadi misi perdagangan. Tapi manuver Indonesia membuahkan hasil. Pertemuan Pemimpin MSG 2014 di Port Moresby, PNG menangguhkan pengajuan keanggotaan WPNCL. 

Negara pada umumnya adalah aktor utama dalam politik internasional dimana ia akan bertindak rasional dalam mengambil setiap kebijakanya. Begitupulah dengan negara-negara di Pasifik untuk menyuarakan pelanggaran HAM atau penindasan yang ada di Papua tentu saja akan terhalang dengan kepentingan ekonomi dari negara tersebut. 
Politik selalu berubah begitu juga dengan keberpihakan sebuah negara atas isu yang ada. Maka daripada itu besar harapan semua orang agar pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan semua masalah pelanggaran HAM yang ada di Papua. Dan tentu saja membuka jurnalis asing agar kenyataan yang ada di Papua dapat tersebar agar dapat mendorong adanya penyelesaian yang nyata. Sebab suatu permasalahan akan mempengaruhi perkembangan sebuah negara apalagi masalah HAM yang mana itu terkait dengan manusia mahluk ciptaan yang paling sempurna dalam penciptaan.

Daftar Pustaka
Council, U. N. (2021, January 15). UN Human Right Council. Retrieved from Human Rights Council Elects Nazhat Shameem Khan of Fiji to serve as its President for 2021 : https://www.ohchr.org/EN/HRBodies/HRC/Pages/NewsDetail.aspx?NewsID=26663&LangID=E
Fray Greg, Terte Sandra. (2015). The New Pacific Diplomacy. In M. Nic, Pacific Diplomacy and Decolonisation in the 21st Century (pp. 60-70). Sydney: ANU Press.
Husein, A. (2019, February 6). Tirto.id. Retrieved from Kawan dan Lawan Indonesia di Melanesia Soal Papua Merdeka: https://tirto.id/siapa-kawan-dan-lawan-indonesia-di-melanesia-soal-papua-merdeka-df4R
Lawson, S. (2016). West Papua, Indonesia and the Melanesian Spearhead Group. Australia Journal Of International Affairs, 1-20.
Saragih BT Bagus, Aritonang S. Margareth. (2014, January 14). thejakartapost.com. Retrieved from After observing Papua, MSG ministers to meet SBY: https://www.thejakartapost.com/news/2014/01/14/after-observing-papua-msg-ministers-meet-sby.html

Penulis: Rudi Kogoya
(Mahasiswa S1 Hubungan Internasional Universitas Kristen Indonesia UKI-Jakarta)
Editor: Akuratpapua.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jakarta, Mahasiswa Asal Meepago Tolak DOB Provinsi Papua Tengah, Berikut Isi Pernyataan.

Resmi! Hengky Yikwa Dilantik Sebagai Ketua Panitia Konferensi Ke III Pemuda Baptis West Papua

IPPMAPI Kota Studi Nabire Usai Terima Puluhan Anggota Baru Secara Resmi