OTSUS PAPUA TELAH GAGAL TOTAL
Opini
Oleh: Hengki Boma
PAPUA_AKURATPAPUA.COM -- Otonomi Khusus telah gagal Tak perlu diperpanjangkan lagi,
Otsus Papua yang jadi perbincangan menarik di negara ini, oleh elit elit polik Jakarta. Sebenarnya akar rumput masyarakat Papua tidak pernah mengiginkan dan membutuhkan yang namanya Otonomi Khusus.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian berencana memperpanjangnya untuk 20 tahun ke depan Otsus, katanya ketika berkunjung ke Timika, Papua, Kamis (23/7/2020) tahun lalu.
"Menurutnya sangat diperlukan untuk percepatan pembangunan di Papua."
Tapi bagaimana dengan persoalan kemanusiaan sudah lama dipertanyakan oleh orang Papua.? Seperti yang dibunuh, yg diintimidasi, yg diperkosa, oleh militer indonesia. Apakah kekerasan militer bisa menyelesesaikan persoaln papua? Tidak!
Sikap dan stetmen menteri dalam negeri (Kemendagri) Tito Karnavian sangat jelas bahwa masalah di papua hanya sebatas pembaguna saja. Namun apakah benar masyarakat papua membutukan pembagunan? Kan juga tidak.
Selama dua periode Jokowi tidak merealisasikan janji penyelesaian kasus pelanggaran HAM di Papua hingga saat ini.
Samapai Disini, kita sudah bisa melihat, menilai, dan menduga bagimana watak negara kita yg sebenarya.
Pada kesempatan lain, Ali Murtopo pun juga mengatakan, “Jakarta tidak tertarik kepada orang Papua melainkan wilayahnya.” Perkataan itu disampaikan Ali Murtopo di hadapan anggota DMP di Jayapura.
Dengan stigma sedemikian jakarta tidak pernah mengaggap manusia Papua sebagai manusia yang punya harkat dan bermatabat diatas tanahya sendiri.
Negara Indonesia menawar dan memberikan otonomi kusus di papua hanya karena rakyat Papua menurut REFERENDUM.
Sesungunya proses integrasi papua ke bingkai NKRI hanya sebatas kepentingan sumber daya alamnya SDA, indonesia tidak pernah hargai harkat dan martabat manusia serta kekayaan papua. Nyawa manusia papua sudah tidak lagi menjadi berharga di hadapan hukum negara indonesia ini, dan hal ini pernah di samapaikan oleh ali murtopo.
Berdasarkan Pasal 77 UU Otsus, usul perubahan UU dapat diajukan rakyat Papua melalui MRP dan DPRP (legislatif Papua) kepada DPR atau pemerintah. Masalahnya, selama ini aspirasi masyarakat kurang didengar. "Jokowi datang ke Papua tidak pernah bicara dengan MRP. Itu fatal. Lalu dari mana Jokowi mau mendapatkan aspirasi pembangunan yang sesungguhnya diinginkan rakyat Papua?"
Laporan penyelidikan Amnesty International menyebut sepanjang Januari 2010 hingga Februari 2018, ada 69 kasus pembunuhan di luar hukum di Papua--atau dalam istilah hukum internasional disebut 'unlawful killing.' 39 kasus itu terjadi pada masa pemerintahan Presiden Joko wido. Belum lagi kasus kasus yg terjadi di tahun 2019 hingga sampai 2021 ini: 182 pengungsi meniggal di nduga, 4 mahasiswa yg di tembak mati pada , (23/9/2019) di universitas cendrawasih, penembakan 2 warga sipil di Kabupaten Mimika pada Senin (13/4/2020), dan masih bayak peristiwa di belakan sana.
Ke-69 kasus pembunuhan tersebut minim pertanggungjawaban hukum. Para pelakunya tak tersentuh alias kebal hukum, menggambarkan impunitas alias kejahatan tanpa hukuman tumbuh subur di Papua.
Ini tidak sejalan dengan Pasal 45 UU Otsus. Di sana tegas disebutkan bahwa pemerintah "wajib menegakkan, memajukan, melindungi, dan menghormati HAM." Dan itu melaksanakan itu, pemerintah membentuk perwakilan Komnas HAM, pengadilan HAM, dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Komnas HAM Papua memang ada, tapi kewenangannya terbatas. Sementara dua organisasi lain tak dibuat.
Lagipula, pembangunan dan penyamaan harga--seperti BBM satu harga--bukan sesuatu yang patut dibanggakan Jakarta karena itu memang kewajiban mereka.
Filep lantas menegaskan: "Sudah tak ada ruang dan waktu bagi Indonesia untuk membangun Papua. Pembangunan yang bisa ditawarkan hanyalah referendum."
Penulis: Hengki Boma
Editor: (JT)
Sangat benar
BalasHapusSepakat kawan🙏✊✊✊
Sangat benar
BalasHapusSepakat kawan🙏✊✊✊