Siaran Pers, 14 Aktivis KNPB Merauke Korban Kriminalisasi Pasal Makar
Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua
14 AKTIVIS KNPB MERAUKE KORBAN KRIMINALISASI PASAL MAKAR
“Saat Penangkapan dan Penahanan Aparat Keamanan Merusak Bangunan, Menganiaaya dan Menyiksa 14 Aktivis KNPB Merauke”, Minggu, (13/12/2020).
Penangkapan dan penetapan tersangka Pasal Makar terhadap 14 orang Aktivis KNPB Merauke yang dilakukan pada tanggal 13 Desember 2020 dilakukan berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP/525/XII/2020/Papua/Res Merauke tertanggal 13 Desember 2020.
"Pertanyaannya adalah pada pukul berapa penyidik melakukan rapat gelar perkara, kapan sprindik dikeluarkan, kapan SPDP dikeluarkan serta kapan penetapan tersangka dilakukan, sebab sesuai dengan ketentuan dari proses Laporan hingga penetapan tersangka dan penahanan memiliki waktu yang cukup lama".
Sebagaimana perintah Pasal 5 sampai dengan Pasal 15, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana.
Terlepas dari itu, dalam BAP Tersangka pertama sebelum 14 orang Aktivis KNPB Merauke ditahan pihak penyidik Polres Merauke, dalam proses penahanan itu tidak penah menyediakan Pengacara kepada ke 14 Aktivis KNPB Merauke tersebut. Sementara itu, secara sepihak 14 Aktivis KNPB Merauke itu ditetapkan sebagai tersangka tanpa pengacara atau penasehat hukum dengan mengunakan Pasal Makar.
14 Aktivis KNPB Merauke yang klaim oleh pihak kepolisian bahwa mereka terbukti makar dengan sanksinya diberikan 5 tahun. Bila dilihat secara mekanisme pena yang wajib didampingi penasehat hukum sesuai dengan ketentuan “Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka” sebagaimana pada Pasal 56 ayat (1), UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Melalui fakta itu, mungkin sebelum pemeriksaan Tersangka penyidik juga tidak perna menyampaikan hak tersangka mendapatkan bantuan hukum sesuai dengan ketentuan Dalam hal seorang disangka melakukan suatu tindak pidana sebelum dimulainya pemeriksaan oleh penyidik, penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkaranya itu wajib didampingi oleh penasihat hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 sebagaimana Pasal 114, UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Pada prinsipnya Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua telah mendapatkan Surat Kuasa dari 14 Aktivis KNPB Merauke pada tanggal 18 Desember 2020. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sejak tanggal 13 Desember 2020 sampai dengan tanggal 18 Desember 2020, 14 Aktivis KNPB Merauke yang ditersangkakan dengan pasal makar penyidik tidak menyediakan atau bahkan memberikan kesempatan kepada para aktivis untuk menunjuk Penasehat Hukum padahal jelas perintah Pasal ayat (1), UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana diatas.
Berdasarkan pengakuan aktivis KNPB Merauke, awalnya pada tanggal 13 Desember 20 puluhan anggota keamanan baik Polisi dan TNI mendatangi sekertariat KNPB Merauke selanjutnya melakukan pengrusakan rumah dan perabotan serta menangkap 14 orang aktivis KNPB Merauke. Sambil menangkap aparat keamanan memukul 14 orang aktivis KNPB Merauke selanjutnya dibawah ke Kantor Polisi, dalam sel Rutan Polres Merauke 14 orang aktivis KNPB Merauke mendapatkan pukulan. Akibat pukulan, ada beberapa orang yang terluka dan tubuh bagian punggung mereka memar.
Atas dasar keterangan waktu laporan polisi, penangkapan, penetapan tersangka dan penahanan yang dilakukan pada tanggal 13 Desember 2020 serta pengakuan Aktivis KNPB Merauke yang ditahan diatas secara langsung menunjukan fakta proses penegakan hukum pidana terhadap 14 aktivis KNPB Merauke dilakukan tidak sesuai prosedur yang berlaku baik dalam UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana maupun Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penetapan tersangka makar terhadap 14 orang aktivis KNPB Merauke merupakan fakta kriminalisasi Pasal Makar.
Sesuai dengan pengakuan aktivis KNPB Merauke diatas menunjukan adanya tindakan pengrusakan secretariat KNPB Merauke yang dilakukan aparat keamanan pada saat penangkapan. Tindakan itu jelas-jelas merupakan tindak pidana pengrusakan sebagaimana diatur pada pasal 170 KUHP. Terlepas dari itu, melalui fakta adanya memar-memar pada punggung 14 orang aktivis KNPB Merauke menunjukan adanya fakta tindak pidana penganiayaan sebagaimana diatur pada pasal 351 KUHP. Mengingat adanya tindakan pemukulan yang dialami dalam Sel Rutan Polres Merauke maka jelas-jelas menunjukan fakta tindakan penyiksaan yang dilarang oleh Undang Undang Nomor 5 Tahun 1998 Tentang Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Marabat Manusia.
Berdasarkan uraian diatas telah menunjukan bahwa dalam proses panangkapan, penetapan tersangka dan penhanan pihak keamanan telah melakukan berbagai pelanggaran hukum, secara khusus kepada pihak kepolisan resort merauke yang berwenang melakukan proses penyelidikan dan penyidikan jelas-jelas melakukan pelanggaran hukum dan pelanggaran disiplin kepolisian sesuai ketentuan “Dalam pelaksanaan tugas, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dilarang menyalahgunakan wewenang sebagaimana diatur pada pasal 6 huruf q, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara.
Atas dari itu, Koalisi Penegak Hukum dan Hak Asasi Manusia Papua selaku penasehat hukum 14 Aktivis KNPB Merauke menegaskan kepada :
1. Kapolri Cq Kapolda Papua segera perintahkan Kapolres Merauke untuk menghentikan Kriminalisasi Pasal Makar terhadap 14 Aktivis KNPB Merauke;
2. Kapolri Cq Kapolda Papua segera memerintahkan Propam Polda Papua menahan, memeriksa dan memberikan sangksi kepada Kapolres Merauke atas tindakan pelanggaran pasal 6 huruf q, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara yang dilakukan pada saat penangkapan dan penahanan terhadap 14 Aktivis KNPB Merauke;
3. Kapolda Papua segera memerintahkan Direskrimum dan jajarannya menangkap dan menahan oknum anggota polisi polres merauke yang melakukan tindak pidana pengrusakan sebagaimana diatur pada pasal 170 KUHP secretariat KNPB;
4. Kapolda Papua segera memerintahkan Direskrimum dan jajarannya menangkap dan menahan oknum anggota polisi polres merauke yang melakukan tindak pidana penganiayaan sebagaimana diatur pada pasal 351 KUHP terhadap 14 Aktivis KNPB Merauke;
5. Komnas HAM RI Jakarta dan Komnas HAM RI Perwakilan Papua segera memeriksa oknum anggota polisi Polres Merauke yang melakukan tindak penyiksaan sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 5 Tahun 1998 Tentang Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Marabat Manusia terhadap 14 Aktivis KNPB Merauke.
Demikian siaran pers ini dibuat semoga dapat dipergunakan sebagai mana mestinya. Atas perhatiannya disampaikan terima kasih.
Jayapura, 20 Desember 2020
Hormat Kami
Koalisi Pengak Hukum dan HAM Papua
Emanuel Gobay, S.H., M.H
(Kordinator Litigasi)
Narhub :
1. 085244060000 (Ibu Anum Siregar)
2. 082147496753 (Frengky T)
3. 082199507613 (Emanuel G)
Komentar
Posting Komentar